Berada di sini menentramkan jiwa. Susunan batu alam di pinggiran sungai mirip candi-candi kuno, semakin memanjakan mata.
TAK ADA yang membantah, Aceh memiliki banyak tempat wisata. Sebut saja, misalnya, Sabang yang terkenal dengan spot diving-nya, juga “kecantikan” Pulau Banyak di Aceh Singkil. Masyhur hingga ke mancanegara.Pidie juga punya lokasi wisata yang tak boleh dianggap biasa. Ya, itulah Lingkok Kuwing. Lokasi yang jaraknya sekitar 28 kilometer dari Kota Sigli itu mirip Grand Canyon di Benua Amerika, bagian utara Arizona. Taman nasional pertama di Amerika itu masuk dalam daftar tujuh keajaiban dunia versi CNN.
Grand Canyon dalam bahasa Indonesia disebut Ngarai Besar. Merupakan tebing terjal yang dibentuk oleh Sungai Colorado dengan panjang 446 kilometer dan lebar antara enam sampai 29 kilometer.
Jika berniat menikmati keindahan Grand Canyon, tidak perlu jauh-jauh ke Amerika. Lingkok Kuwing bisa menjadi penggantinya. Walau tak terlalu lebar seperti Grand Canyon, Lingkok Kuwing dapat menjadi alternatif untuk berwisata.
Lingkok Kuwing adalah kawasan aliran sungai dikelilingi sisi-sisi batuan yang khas. Pepohonan rimbun nan hijau di atas bebatuan membuat panorama alam semakin asri.
Lingkok Kuwing sudah ada sejak lama, bahkan mungkin ratusan tahun yang lalu. Namanya Uruek Meuh.
Penamaan ini, menurut pemuda Gampông Pulo Hagu, Joi, Padang Tiji, Pidie merujuk pada isi sungai tersebut yang mengandung biji emas.
“Namun, karena sering terjadi banjir, sudah tidak ada lagi (biji emas),” katanya.
Selain Uruek Meuh, masyarakat setempat juga sering menyebutnya Angkop Kuwing. Angkop dalam bahasa Indonesia disebut ‘rawa’, sedangkan Kuwing berarti ‘bengkok’, juga merujuk pada patahan sungai tersebut.
Tempat ini mulai tercium wisatawan sekitar 2014 lalu. Namun, pengunjungnya masih sangat sedikit. “Sebelumnya biasanya hanya anak Pramuka, anak Mapala yang datang,” kata Joi.
Memasuki 2015, wisatawan yang datang meningkat. Namanya juga mulai beralih menjadi Lingkok Kuwing. Semakin hari, grafik pengunjung Lingkok Kuwing semakin bertambah. “Waktu liburan yang ramai ke sini.”
Menurut penuturan Joi, perubahan nama itu terjadi saat mulai ramai didatangi wisatawan. Dia juga tidak tahu alasan pendatang menyebutnya Lingkok Kuwing. “Tidak tahu kenapa anak sekarang menyebutnya Lingkok Kuwing. Kalau kami menyebutnya Angkop Kuwing.”
Berada di tempat-tempat seperti ini dapat menentramkan jiwa. Susunan batu alam di pinggiran sungai yang menjulang hingga setinggi sekitar dua meter, membuat tempat ini begitu indah. Bebatuan itu mirip candi-candi kuno.
Selain bebatuan unik di antara belahan sungai, di lokasi itu juga terdapat air terjun yang bisa dimanfaatkan sebagai terapi alami. Air terjun ini bersumber dari pegunungan Seulawah.
Ferdian, penikmat wisata alami, menyebutkan tempat ini dapat menjadi alternatif bagi masyarakat yang menyuka wisata. “Khususnya yang suka wisata alam.”
Menurutnya, tempat wisata alami seperti ini sangat jarang di Aceh. Harus dijaga dan dirawat dengan baik agar tidak dirusak oleh tangan-tangan jahil.
Ia juga mengajak wisatawan lainnya untuk sama-sama menjaga tempat yang masih alami ini.
“Itu harus dilarang, supaya tidak dicoret-coret batunya,” kata Ferdian kepada salah seorang pemandu sambil menunjuk ke arah batu yang telah dicoret-coret.
Lingkok Kuwing terletak di Gampông Pulo Hagu, Padang Tiji, Pidie, tujuh kilometer dari pasar Padang Tiji atau sekitar 28 kilometer dari Kota Sigli.
Meski tidak terlalu jauh, untuk menuju ke objek wisata Lingkok Kuwing tidaklah mudah. Jalanan dengan bebatuan besar khas pegunungan, naik turun bukit, sedikit menguras tenaga.
Untuk menuju ke sana, dapat ditempuh dengan menggunakan sepeda motor. Itu pun jika tidak hujan. Sebab, jika hujan, jalanan licin sehingga sulit dilalui dengan sepeda motor.
Untuk itu, demi memudahkan akses wisatawan, masyarakat setempat sudah membuka jalur baru dengan ukuran yang lebar sehingga mudah dilalui sepeda motor.
Warga Gampông Pulo Hagu juga sepakat menetapkan beberapa peraturan. Peraturan ini dibuat untuk menjaga kelestarian tempat wisata, juga keamanan bagi warga setempat.
“Karena kalau terjadi sesuatu, pasti kami yang akan bertanggung jawab,” kata Joi, pemuda setempat yang menjadi pemandu kami.
Salah satunya, wisatawan yang ingin ke sini harus melapor ke pemuda gampông. Setiap pengunjung juga dikutip biaya sebesar Rp5000 per orang, tentunya selain upah pemandu sebesar Rp150.000 untuk sekali jalan. “Sebenarnya ini untuk kas gampông.”
Selain wisata Lingkok Kuwing, di Kecamatan Padang Tiji, juga terdapat wisata Waduk Rajui. Waduk Rajui terletak di Gampông Rajui. Proyek multiyears ini menghabiskan anggaran sebesar Rp73 miliar lebih dari APBN 2011. Proyek ini selesai dikerjakan sejak 2013 lalu.
Selain sebagai tempat wisata, waduk ini juga berfungsi sebagai penampungan air untuk petani setempat jika musim kemarau tiba.
Catatan: Tulisan ini sudah pernah dimuat di Tabloid Media Aceh Edisi II